Kota
Siak Sri Indrapura, begitu tenang. Jalanan di ibukota Kabupaten Siak,
Provinsi Riau ini, terasa lengang. Namun dibalik ketenangannya, tersimpan jejak peninggalan
bersejarah. Untuk mencapai Siak, hanya membutuhkan dua jam perjalanan dengan
mobil dari Kota Pekanbaru. Dulunya, Siak Sri Indrapura adalah pusat
pemerintahan Kerajaan Siak. Sebuah kerajaan Melayu Islam terbesar di Daratan Riau.
Di kota inilah, kita bisa melihat situs peninggalan sejarah dan merasakan
peradaban budaya Melayu.
|
Istana Kerajaan Siak. (foto: Zacky) |
Istana
Kerajaan Siak, adalah salah satu peninggalan yang masih terjaga. Kepala Bidang
Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Siak, Said Muzani, kepada
Radio DMWS menceritakan, Istana Kerajaan Siak dibangun pada tahun 1889, saat
kepemimpinan Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin atau Sultan
Siak XI. Beliau adalah ayah dari Sultan Syarif Kasim II, yang namanya
diabadikan sebagai nama Bandar Udara di Pekanbaru. Oleh arsitek asal Jerman,
Istana Siak dibangun dengan arsitektur Eropa, Arab, dan Melayu. Perpaduan
ini menjadikan Istana Siak terlihat megah, kokoh dan anggun.
Istana
Siak bernama Istana Asseraiyah Al Hasyimiah dan disebut juga Istana Matahari Timur. Terletak di pusat Kota
Siak Sri Indrapura. Istana dibangun menghadap ke Sungai Siak. Walaupun
usia istana ini sudah seratus tahun lebih, bangunan dengan dua
lantai ini masih kokoh dan terawat dengan baik. Kemegahan dan kejayaan Kerajaan
Siak, terlihat saat berada di dalam istana. Lantai istana menggunakan marmer.
Pada beberapa bagian dinding dan tiang istana dihiasi keramik bermotif seperti
batik. Semuanya dipesan dari Perancis.
|
Ruang pertemuan Sultan. (foto:Zacky) |
Pada ruangan depan dibuatkan diorama atau dekor teater. Diorama ini menggambarkan
Sultan sedang bermusyawarah dengan empat orang datuk perwakilan dari empat suku.
Ruangan di bagian kanan istana adalah ruang pertemuan sultan. Tampak meja
panjang dengan deretan kursi kayu beralaskan beludru merah. Di bagian kepala
meja ada kursi singgasana Sultan yang bersepuh emas. Jamuan makan juga
dilaksanakan pada ruangan ini.
Tak
jauh dari tempat ini tersimpan Komet. Kotak musik sejenis gramofon buatan
Jerman abad ke delapan, yang berisi instrumen musik klasik karya komponis
terkenal seperti Bethoveen,
Mozart, dan Strauss. Komet ada dua di dunia. Satu di Jerman dan satunya lagi di
Indonesia, tepatnya di Istana Siak.
Ruangan
tengah istana terdapat ruang makan kerajaan. Meja utama dari kaca dikelilingi
kursi dari kristal dengan dudukan dan sandaran berwarna merah muda. Lampu Kristal
menambah cantik ruangan ini. Sebuah cermin unik bernama Cermin Ratu Agung milik
permaisuri Sultan terpajang disini ini.
Berbagai
koleksi warisan kerajaan bernilai sejarah tinggi tersimpan dengan rapi di
Istana Siak. Semuanya masih terawat dengan baik. Tak heran, karena kekayaan nilai
sejarah ini membuat Istana Siak selalu ramai dikunjungi.
Tak
jauh dari Istana Siak, berdiri Masjid Syahabuddin. Ini adalah masjid tertua di
Siak. Dibangun pada tahun 1896 oleh Sultan Siak XI. Masjid Syahabuddin berada
di tepi Sungai Siak. Karena dibangun oleh Sultan, maka masjid ini juga
dinamakan Masjid Sultan.
|
Masjid Syahabuddin. (foto: Zacky) |
Masjid
dengan arsitektur Timur Tengah dan Melayu nan indah ini, masih terus digunakan
dan sangat terawat. Masjid telah beberapa kali mengalami perbaikan, tetapi
tidak mengubah bentuk aslinya. Menurut Said Muzani, masjid bersejarah ini banyak dikunjungi bukan
sekedar untuk beribadah. Masjid Syahabuddin telah menjadi cagar budaya sebagai
tujuan wisata.
Tepat disamping Masjid Syahabuddin, terdapat komplek pemakaman. Disinilah Sultan
Syarif Kasim II (Sultan Siak XII) dimakamkan, beserta permaisuri pertama dan istri
keempatnya.
Bangunan
peninggalan bersejarah lain berada tak jauh dari Masjid Syahabuddin, yaitu Balai
Kerapatan Tinggi. Gedung dengan arsitektur khas Melayu dan unik ini didirikan
oleh Sultan Siak XI pada tahun 1886. Seperti juga Masjid Sultan, bangunan
berlantai dua ini menghadap ke arah sungai dan berada di pinggir Sungai Siak. Di
lantai satu adalah kantor Sultan, dan lantai dua digunakan sebagai tempat
pertemuan Sultan dan untuk sidang pengadilan suatu perkara.
|
Balai Kerapatan Tinggi. (foto: Zacky) |
Bangunan
Balai Kerapatan Tinggi terbilang unik. Memiliki tangga yang berbeda pada sisi
kiri dan kanan gedung ini. Tangga di sisi kiri terbuat dari besi berbentuk
spiral, sedangkan tangga di bagian kanan terbuat dari kayu.
Muzani
menjelaskan, tangga-tangga tersebut berfungsi saat adanya sidang suatu perkara.
Masyarakat dapat mengetahui hasil sidang dari tangga tersebut. Jika orang yang
disidangkan turun ke lantai dasar melalui tangga besi, maka orang tersebut
menang dalam perkara. Namun jika turun melalui tangga kayu, maka orang tersebut
telah diputuskan kalah dalam perkara, dan langsung menuju ke penjara yang
berada dekat tangga kayu tersebut. Saat ini Balai Kerapatan Tinggi dijadikan
museum sejarah dan budaya Kabupaten Siak.
Istana Siak, Balai Kerapatan Tinggi,
Masjid Syahabuddin dan pemakaman Sultan, semuanya diberada di tepi Sungai Siak
yang membelah Kabupaten Siak. Sungai dengan kedalaman + 60 meter dan termasuk
sungai terdalam di Indonesia ini, bermuara di kawasan timur Pulau Sumatera.
Sungai Siak adalah salah satu jalur transportasi Sultan Siak jika menuju ke Selat
Malaka dan ke Kota Pekanbaru. Kapal Api Kato yang dipakai Sultan, masih bisa
ditemui di halaman samping Istana Siak.
Said
Muzani mengatakan, Pemerintah Kabupaten Siak terus menjaga dan melestarikan
kebudayaan Melayu. Salah satunya adalah menggelar Festival Siak Bermadah,
setiap bulan Oktober, bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun Kabupaten
Siak.
Festival
Siak Bermadah boleh dibilang adalah Festival Budaya Melayu. Berbagai kegiatan seni
Melayu dilombakan pada acara ini. Diantaranya
lomba tari tradisional Melayu, tari kreasi Melayu, lagu Melayu, berceloteh (bercerita lucu)
Melayu, dan lomba adat perkawinan Melayu. Lomba ini diikuti seluruh kecamatan
di Kabupaten Siak.
Pada festival ini, juga dipertunjukkan
seni melayu serumpun. Perwakilan suku Melayu dari Malaysia, yaitu dari Pahang,
Johor, Malaka, serta dari Brunei, dan Singapura, selalu mengikuti festival
setiap tahunnya. Selain itu perwakilan suku Melayu dari Jambi, Sumatera Barat, Sumatera
Utara, dan Kalimantan Barat turut hadir memeriahkan Festival Siak Bermadah.
Berkunjunglah ke Siak, untuk melihat sejarah, kultur, seni dan budaya Melayu. Sejarah dan budaya Melayu sangat
terjaga di Siak. Untuk menegaskan sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Melayu,
Pemerintah Kabupaten Siak menggaungkan slogan, Siak The Truly Malay. (zacky
wahyudi fagih)