foto: zacky |
Nama bajaj (baca: bajai) sudah tak asing lagi bagi warga Jakarta.
Salah satu alat transportasi massal unik ini sudah dikenal lintas generasi. Bisa
dikatakan bajaj identik dengan Jakarta. Namun sayangnya beberapa tahun terakhir
ini keberadaan bajaj mulai kurang diminati.
Atam, salah seorang penarik bajaj asal
Brebes Jawa Tengah, mengatakan bahwa sejak lima tahun terakir ini banyak masyarakat
kelas menengah ke bawah ibu kota tidak lagi menggunakan bajaj sebagai sarana
tranportasi. Ini terjadi karena banyak warga yang sudah memiliki sepeda motor
sendiri. “Warga Jakarta sekarang memilih kredit motor
ketimbang naik bajaj setiap hari. Dengan kondisi seperti ini berdampak pada pendapatan
yang menurun drastis. Tidak seperti dulu,” kata Atam.
Pria yang sudah 12 tahun menjadi pengemudi
bajaj ini menambahkan, berkurangnya penumpang sangat meresahkan para pengemudi bajaj.
Setiap harinya pengemudi bajaj harus mendapat penghasilan minimal Rp 200 ribu.
Selain untuk membayar setoran ke pengusaha bajaj, mereka juga membutuhkan uang
operasional. “Setorannya ke bos Rp 120 ribu, sisanya hanya untuk BBM dan makan”
ujar bapak satu anak ini.
Sementara itu, Suharja, yang mengaku sudah 25
tahun menjadi pengemudi bajaj, mengatakan meski penghasilannya pas-pasan, pria
tamatan SMA itu mengaku tak punya pilihan lain karena sulitnya mencari lapangan
kerja di Jakarta. “kalau penghasilan sebenarnya gak cukup tapi mau gimana lagi
ya dicukup-cukupi aja”, timpal Suharja.
Menurut Suharja, ada
kalanya bajaj menjadi pilihan warga ibu kota, terutama waktu berangkat maupun
pulang kerja. “Saat jalan macet itulah banyak warga memilih bajaj karena baja
bisa melewati gang-gang atau jalanan sempit. Jadinya ya akan lebih cepat sampai
ketujuan. Kalau pas lagi ramai kita bisa dapat Rp 400 ribu,” paparnya. (zacky-zaini-santo-abubakar-fatih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar